PILIHAN YANG TEPAT (I Samuel 16:1-23)

Memimpin suatu bangsa, entah sebagai presiden, perdana mentri atau raja, merupakan peristiwa dan kegiatan politik yang umum terjadi dalam masyarakat. Dan ini selalu melibatkan penduduk suatu wilayah untuk memilih pemimpin, seperti di Indonesia beberapa waktu lalu memilih presiden. Tetapi seringkali pemimpin itu tidak memuaskan dan malah mengecewakan, sebagaimana Samuel kecewa dengan Saul, yang tidak taat kepada firman Tuhan.

 

Karena itu Samuel diutus oleh Tuhan untuk menjumpai Isai, karena salah satu anak Isai telah dipilih Tuhan untuk menjadi raja Israel menggantikan Saul. Firman Tuhan kepada Samuel: “Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehemam itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagi-Ku” (ayat 1). Tuhan telah memilih. Siapakah yang Tuhan pilih? Samuel menilik dengan cermat anak-anak Isai, dan Samuel tertarik pada salah satu anak Isai, Eliab, dan mengira dialah yang Tuhan pilih, sampai-sampai Samuel berkata: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang berdiri yang diurapi-Nya” (ayat 6). Namun, bukan dia yang Tuhan pilih. Samuel bahkan diingatkan Tuhan: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat” (ayat 7).

 

Bukan Samuel yang menentukan dan memilih raja Israel, melainkan Tuhan. Tuhan yang memilih dan menentukan seorang yang menjadi raja bagi Israel. Jadi pemilihan raja Israel bukan peristiwa politik, tetapi peristiwa teologi. Bukan rakyat dan atau manusia yang menentukan, melainkan  Tuhan.  Jadi, sekali lagi, ini adalah peristiwa teologis. Apa bedanya perisitiwa politis dengan yang teologis? Kalau Samuel yang memilih akan melihat “parasnya atau perawakan yang tinggi”, ini peristiwa politis; dan Tuhan menolak pilihan berdasarkan penampilan fisik, sebab “bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah”. Ini peristiwa teologis! Apa yang Allah lihat? “Tuhan melihat hati”!

 

Ini pelajaran penting bagi kita yang bekerja dan melayani dalam gereja. Bukan manusia yang memilih kita, tetapi Tuhan yang memilih dengan melihat hati kita. Hati yang Tuhan pilih dalam pekerjaan-Nya adalah hati yang setia, hati yang taat, hati yang kudus, hati seorang hamba; bukan hati yang sombong, hati yang angkuh, hati penuh kebencian. Kalau ada yang bekerja dan melayani dalam gereja dengan hati yang sombong, angkuh dan penuh kebencian, mulai sekarang sudah harus menyesuaikan hatinya dengan hati yang Tuhan kehendaki, yaitu hati yang setia, hati yang taat, hati yang kudus, hati seorang hamba. Apakah di antara anak Isai ada yang hatinya cocok di mata Tuhan?  Ada! Itulah Daud, anak bungsu Isai ketika dia lewat di depan Samuel, Tuhan berfirman kepada Samuel: “Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia”. Daud menjadi raja Israel, dan sejak itu “berkuasalah Roh Tuhan atas Daud” (ayat 13). Sementara itu, Roh Tuhan yang ada pada Saul berangsur-angsur menghilang, sebagai tanda wibawanya sebagai raja sudah berakhir. Daud yang sudah ada di istana Saul mendapat sambutan dan pujian dari Saul: “Biarkanlah Daud tetap menjadi pelayanku, sebab aku suka kepadanya” (ayat 22).

 

Pelajaran apa yang kita peroleh dari pengurapan Daud menjadi raja oleh Saul?  Pertama, orang yang Tuhan mau pakai untuk pekerjaan-Nya, dipilih dan ditetapkan oleh Tuhan dengan melihat hatinya, dan orang itu harus memiliki hati seorang hamba, hati yang setia, hati yang taat dan hati yang kudus. Kedua, diurapi dan diberikan Tuhan Roh-Nya. Hal ini pernah dilakukan Yesus ketika mengutus murid-murid-Nya dengan berkata: “terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22)! Demikian halnya kita yang bekerja dalam gereja, diurapi dan diberi Roh Kudus sebagai tanda bahwa kita bekerja dalam wibawa dan kuasa yang berasal dari Tuhan. Bagaimana dengan orang Kristen yang bekerja di luar gereja, dalam dunia politik, seperti jadi gubernur, bupati dan DPR apakah Tuhan berikan Roh-Nya? Daud yang diurapi menjadi raja memangku sebuah jabatan politik karena menjadi pemimpin rakyat. Daud diurapi dan diberikan Tuhan Roh-Nya untuk jabatan politik tersebut. Ini menjadi alasan teologis mengapa GKI di Tanah Papua melakukan pengutusan bagi warga gereja yang melayani dalam dunia politik. Pelajaran ketiga, seorang yang dipilih dan ditetapkan Tuhan adalah seorang yang bekerja untuk melayani, bukan untuk memerintah dan berkuasa atas orang lain. Daud sekalipun sudah diurapi dan di berikan Roh Tuhan menjadi raja, namun di istana Saul ia menjadi pelayan. “Biarkanlah Daud tetap menjadi pelayanku”( ayat 22), kata Saul. Pelayan dan melayani adalah karakter seorang yang dipilih dan diurapi serta diberikan Roh oleh Tuhan.

 

Karena itu, orang Kristen dan secara khusus warga GKI yang bekerja dalam gereja sebagai majelis ataupun panitia tertentu adalah pelayan dan bekerja melayani umat Tuhan dalam gereja. Demikian pun halnya dengan orang Kristen dan warga GKI yang bekerja dan melayani dalam dunia politik diberikan Tuhan Roh-Nya untuk bekerja dan melayani masyarakat demi kemuliaan Tuhan. Karena itu, mulai hari ini marilah kita berkomitmen untuk menjalankan pekerjaan kita dalam gereja dan di tengah masyarakat dengan jujur, setia dan adil  bagi kebaikan umat Tuhan dan untuk kemuliaan-Nya. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "PILIHAN YANG TEPAT (I Samuel 16:1-23)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed