PERSEMBAHAN YANG BERKENAN KEPADA TUHAN (Yesaya 1:10-20)

Dalam semua agama persembahan adalah bagian penting dari ibadah. Apapun bentuknya persembahan itu wujud peribadahan di hadapan Allah. Dalam gereja pun demikian, persembahan menjadi salah satu unsur liturgi penting. Mengapa persembahan itu penting? Bukan untuk membayar kebaikan Tuhan; bukan pula untuk membeli berkat Tuhan, tetapi untuk menyatakan rasa syukur atas segala kebaikan Tuhan. Persembahan sebagai ungkapan syukur memiliki tiga waktu, yaitu waktu lalu, sekarang dan akan datang, Mengapa demikian? Karena kebaikan Tuhan dalam hidup kita bukan hanya kita alami kemarin, tetapi hari ini kita sedang ada dalam kebaikan Tuhan; bahkan di esok hari kebaikan itu Tuhan sudah sediakan kepada kita. Oleh sebab itu, persembahan tidak bisa dianggap hal biasa-biasa saja dan terserah kita. Standar memberi persembahan tidak bersifat antroposentris, atau berpusat pada manusia. Persembahan Kristen berpusat pada Kristus yang sudah mempersembahan tubuh-Nya bagi keselamatan kita. Karena itu, bukan hanya persembahannya kudus, tetapi terlebih orang yang memberi persembahan harus kudus.

 

Dalam tradisi Yahudi juga begitu, bukan hanya kurban itu harus kudus, tetapi orang yang memberi kurban harus kudus, itulah sebabnya dalam pembacaan hari ini, Yesaya 1: 10 – 20, kita menemukan kritik dan teguran Tuhan yang sangat keras kepada mereka yang tidak kudus hidupnya, tetapi membawa kurban. Perhatikan ayat 13, “jangan lagi membawa persembahan yang sia-sia .. Aku tidak tahan melihat perkumpulan raya disertai kejahatan”. Tuhan tidak suka persembahan yang dibawa dalam pertemuan dan perayaan, karena penuh kejahatan. Kejahatan apa itu? “Tanganmu penuh dengan darah” (ayat 15). Karena itu umat dinasihati, “bersihkanlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatan yang jahat dari depan mata-Ku” (ayat 16). Tuhan tidak menerima persembahan, karena yang bawa persembahan melakukan kejahatan. Melakukan hal-hal yang tidak adil terhadap orang lain, karena itu dinasihati “usahakanlah keadilan”; tidak peduli dengan orang-orang lemah seperti anak-anak yatim, para janda yang tidak punya kemampuan menghadapi ketidakadilan.

 

Hari ini dalam masyarakat melakukan hal-hal yang tidak adil atau tidak peduli dengan orang lain dianggap biasa, pada hal bagi Tuhan itu sebuah kejahatan. Bukan hanya dalam masyarakat, tetapi juga di dalam gereja. Tuhan tidak menghendaki ada kejahatan, apalagi di kalangan orang Kristen, sebab orang Kristen termasuk warga GKI, adalah orang-orang yang sudah di kuduskan oleh pengurbanan Kristus. Kepada mereka yang melakukan kejahatan, apapun bentuknya, Tuhan menawarkan pengampunan. Perhatikan ayat 18, “Marilah, baiklah kita berperkara, firman Tuhan. Sekalipun dosamu merah seperti  kirmizi, akan menjadi putih seperti salju, sekalipun berwarna merah seperti kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”. Pengampunan dosa manusia, bukan karena manusia itu ada sesuatu yang membuat Allah mau mengampuni. Pengampunan dosa bukan karena, manusia melainkan karena Allah hendak berperkara dengan manusia, Allah mau menawarkan pengampunan, betapapun jahatnya manusia itu. Merah kirmizi dan kesumbah menggambarkan betapa kotornya hidup manusia, dan tidak ada kemampuan pada manusia untuk membersihkannya. Tetapi Allah dapat membuat kondisi manusia yang hitam pekat karena kejahatan itu menjadi putih seperti salju dan bulu domba. Manusia yang berdosa oleh Allah menjadi suci. Penyucian dosa manusia oleh Allah itu sudah terjadi di dalam Kristus Yusus yang mengurbankan diri-Nya sampai mati di kayu salib. Maka setiap orang yang percaya dan hidup di dalam Kristus ia sudah hidup kudus di hadapan Allah.

 

Tetapi pengudusan Allah tersebut patut dijawab dengan kehidupan yang taat kepada Allah (ayat 19). Jangan terjadi sudah dikuduskan tetapi tidak taat kepada Allah.  Tidak boleh terjadi pada orang Krtisten, termasuk warga GKI, sudah diampuni dosanya dan dikuduskan dari segala kejahatan, tetapi tidak hidup sesuai dengan firman Allah. Orang yang sudah diampuni dosanya adalah orang yang selalu hidup dalam kebenaran. Orang kudus adalah orang yang taat kepada firman Allah. Apa yang akan diperoleh mereka yang hidup taat pada firman Allah. Apakah ada janji berkat bagi mereka yang taat? Perhatikan ayat 19, “Jika kamu mau taat, kamu akan memakan hasil baik dari negeri ini”. Papua adalah negeri yang di dalamnya Allah sediakan hasil yang baik dan berlimpah. Tetapi kenyataan hari ini kita yang mendiami negeri yang Tuhan sediakan hasil yang baik ini, namun masih hidup dalam keterbatasan bahkan serba kekurangan. Ini harus menjadi perenungan kita, jangan-jangan kita mengabaikan pengampunan Allah dalam Kristus; jangan-jangan karena kita tidak taat kepada Allah maka Allah sendiri yang akan melawan kita. Perhatikan ayat 20, “Namun, jika kamu melawan dan memberontak, kamu akan dimakan oleh pedang”, Ini mengingatkan setiap orang Kristen, termasuk warga GKI, yang sudah dikuduskan oleh Kristus, tetapi kalau tidak taat kepada Kristus, maka ia “akan dimakan oleh pedang”, artinya dia akan mengalami kebinasaan.  Marilah mulai hari ini kita berkomitmen untuk taat kepada Allah, agar kita diberkati di negeri yang Tuhan sediakan hasil yang baik. Mari kita senantiasa hidup dalam kebenaran, agar kehidupan kita di negeri ini diberkati dengan hasih yang baik bagi kesejahteraan kta, tetapi terlebih bagi kemuliaan Allah. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)


Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "PERSEMBAHAN YANG BERKENAN KEPADA TUHAN (Yesaya 1:10-20)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

YANG PALING BARU

RANCANGAN KHOTBAH: TAHUN PEMBEBASAN (Imamat 25:1-22)

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed