TAHUN PEMBEBASAN (Imamat 25:1-22)

Dalam kehidupan umat Allah ada waktu-waktu tertentu yang dirayakan karena memiliki makna penting dan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keberadaan sebagai umat Allah untuk melakukan apa yang menjadi ketetapan Tuhan. Perhatikan pernyataan dalam ayat 18, “Kamu harus melakukan ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-Ku serta melakukannya”.  Dalam tradisi Yahudi sebagaimana kita baca dalam Imamat 25:1-22, ada tahun Sabat dan tahun Yobel. Dalam tahun Sabat yaitu tahun ketujuh dalam siklus tujuh tahun bagi bangsa Israel, tanah dibiarkan beristirahat, tidak digarap, dan kalau ada hasil yang keluar selama tanah istirahat bebas diambil oleh siapa saja yang membutuhkan. Selain tanah istirahat dalam tahun Sabat budak dibebaskan, tetapi juga utang dihapus. Demikian halnya dengan tahun Yobel yang dikenal sebagai tahun pembebasan, karena orang Israel diwajibkan membebaskan budak, membebaskan orang dari utang dan mengembalikan tanah kepada pemilik aslinya.

 

Sabat dan Yobel adalah dua masa dalam kehidupan umat Allah yang sangat bermakna. Yang satu menekankan masa perhentian; bukan hanya manusia yang melakukan masa perhentian itu, melainkan juga tanah yang memberi hasil dan menjadi sumber kehidupan. Masa perhentian ini bukan hanya memberi masa istirahat bagi tanah, melainkan juga bagi umat Allah untuk lebih merenungkan dan berkomitmen mengandalkan dan berserah diri sungguh-sungguh kepada Allah sumber hidup itu. Dalam tahun Yobel umat Allah diingatkan untuk melakukan tindak pembebasan. Bukan saja pembebasan budak dan penghapusan utang, tetapi juga bebas dari sikap yang mencari keuntungan untuk diri sendiri. Karena itu umat Allah itu diingatkan: “janganlah kamu merugikan satu sama lain” (ayat 17).

 

Mengapa Israel, umat Allah itu harus menjalankan Sabat dan Yobel? Ini alasannya, mari perhatikan ayat 1 dan 2: “Tuhan berfirman kepada Musa di Gunung Sinai: Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu telah masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, tanah itu harus mendapat perhentian sebagai sabat bagi TUHAN”. Sabat, tetapi juga Yobel, dilakukan kalau sudah masuk tanah perjanjian yang Tuhan berikan kepada Israel. Perhentian dan pembebasan menjadi budaya hidup umat Allah di tanah yang Tuhan berikan. Di negeri yang baru yang Tuhan berikan harus ada jeda untuk merenungkan dan memperkuat hubungan dengan Tuhan dan melakukan kebaikan-kebaikan terhadap orang lain.

 

Orang Kristen memang tidak melakukan tradisi Sabat dan Yobel, sebagaimana dilakukan orang Israel. Namun demikian, orang Kristen menyediakan waktu perhentian dan tidak melakukan pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan, yaitu pada hari minggu. Orang Kristen, termasuk warga GKI, berhenti bekerja dan mengkhususkan hari tersebut untuk menghayati persekutuan dan kesatuan dengan Kristus Yesus yang telah mengantar manusia memasuki kehidupan baru yang bebas dari kuasa dosa dan maut. Dalam kehidupan baru ini pulalah orang Kristen dan secara khusus warga GKI melakukan apa yang menjadi substansi pada tahun Yobel, yakni pembebasan melalui kegiatan pelayanan kasih dan keadilan. Jadi dalam gereja ini, ada kontinutas dan sekaligus diskontinutas mengenai tradisi Sabat dan Yobel dalam kehidupan umat Allah di Perjanjian Lama. Apakah dengan berhenti melakukan pekerjaan yang memberi penghasilan dan pendapatan pada hari minggu orang Kristen menjadi berkekurangan dan mengalami krisis ekonomi? Pasti tidak! Sebab sumber kehidupan bagi orang Kristen bukan pada dirinya melainkan pada Tuhan. Ketika orang Israel tidak menggarap tanah dan berarti tidak ada penghasilan, mereka bertanya, “Apakah yang akan kami makan”, Tuhan menjawab, “Aku akan memerintahkan berkat-Ku kepadamu”(ayat 20). Ini pelajaran penting bagi orang Kristen dan secara khusus warga GKI, pada hari perhentian, hari minggu kita jeda dari pekerjaan yang mendatangkan penghasilan dan pendapatan untuk makan-minum, tetapi ketika kita tidak bekerja  dan mengkhususkan diri membarui dan memperkokoh hubungan dengan Tuhan, maka Tuhan tetap menjaga dan memberikan berkat-Nya dalam kehidupan kita. Tetapi jangan gunakan masa jeda atau hari perhentian itu untuk memenuhi dan memuaskan hobi jalan-jalan, piknik atau kegiatan lain yang tidak memberi dampak pembaruan dan penguatan hubungan dengan Tuhan. Kita berhenti bekerja pada hari minggu bukan untuk istirahat, melainkan membarui dan memperkokoh hubungan dengan Tuhan, agar ketika memasuki dan menjalani hari-hari kerja pada minggu yang baru kita memiliki kekuatan baru yang berasal dari Tuhan. Jadi dalam kehidupan baru yang Tuhan berikan bagi kita selalu harus tersedia waktu bagi kita untuk ada di hadirat Tuhan, agar kita memiliki semangat dan kemampuan melakukan tindakan-tindakan pembebasan  dalam gereja maupun di tengah masyarakat. Ada dalam perhentian di hadirat Tuhan dan melakukan pekerjaan pembebasan harus menjadi budaya orang Kristen, termasuk warga GKI, dalam keberadaan sebagai manusia baru di dalam Kristus. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)

 

 

 

 

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "TAHUN PEMBEBASAN (Imamat 25:1-22)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

YANG PALING BARU

TAHUN PEMBEBASAN (Imamat 25:1-22)

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed