RESIKO MENGIKUTI YESUS (Markus 8:31-33)

Sapa suruh mo panah binatang itu”? Itu sebuah kalimat bijak orang tua yang berarti kita harus siap dengan resiko dan konsekuensi dari keputusan, pilihan bahkan tindakan kita. Menjadi Kristen, mengikut Yesus, percaya kepada Yesus bukan tanpa resiko. Mengikut Yesus ada resikonya. Tema Khotbah pada minggu sengsara ke – 2 ini adalah resiko mengikuti Yesus. Nah dari pembacaan kita hari ini, apa saja resiko yang kita hadapi sebagai murid Yesus? Yesus memberitahukan para muridNya: “Anak manusia harus menanggung banyak penderitaan, di tolak oleh para pemimpin umat, dibunuh dan bangkit sesudah hari ketiga”. Yesus memberitahukan tentang hal penderitaanNya sebelum jalan salib Viadolorosa. Tapi menariknya, ketika berbicara tentang sesuatu yang belum terjadi, Yesus tidak menggunakan kata “akan”. Anak manusia akan menderita. Tetapi Yesus memakai kata “harus”, Anak manusia “harus menderita, sengsara dan mati”. Kata Yunani yang di pakai untuk kata “harus” adalah “dei” yang mengandung arti: ketetapan dari Allah dan tidak dapat ditawar lagi. Itu berarti penderitaan bukan sekedar pelengkap kemanusiaan Yesus. Tapi penderitaan adalah hakekat kehidupan Yesus. Yesus lahir untuk mati. Yesus hidup untuk menderita. Tidak ada kemenangan tanpa salib. Tidak ada penebusan tanpa pengorbanan. Tidak ada kebangkitan tanpa kematian.

 

Petrus merespons sangat cepat. Petrus memang murid yang selalu tampil menonjol. Ia murid yang dekat dengan Yesus. Ia murid yang selalu bersama Yesus bahkan dalam momen – momen khusus seperti ketika Yesus dimuliakan dalam perikop sesudah pembacaan kita, murid yang lain tidak ikut serta, tapi Petrus tetap bersama Yesus. Petrus langsung bertindak,  bukannya berusaha memahami dulu pernyataan Yesus. Biasanya saat guru atau pendeta mengajar, ada siswa atau pemuda yang mau bertanya, pasti mereka akan menyusun kata – kata dan kalimat lebih dahulu dalam pikiran. Petrus tidak memakai proses seperti itu. Disebutkan dalam teks ini: “tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia”. Kata menegor dalam teks ini menggunakan kata Yunani “epitimao”. Kata ini biasa dipakai Yesus untuk menghardik setan.  Petrus ini berani sekali. Itu sebabnya Yesus menjawab Petrus dengan berkata: “Enyahlah Iblis”. Petrus dapat uang kembali. Tapi tindakan Petrus memang mewakili sikap kebanyakan orang yang memahami bahwa Mesias yang dinantikan bukanlah seseorang yang harus menderita. Bagi orang Yahudi, Mesias adalah tokoh super hero dengan kekuatan politik yang akan membebaskan mereka dari kekuasaan Romawi. Yesus menjawab Petrus bahwa pemikiran Petrus bukan pemikiran Allah melainkan manusia. Yesus menegor Petrus: Enyahlah Iblis. Itu berarti resiko menjadi murid Yesus adalah kita harus memikirkan apa yang dipikirkan Allah. Mengikuti jalan Allah. Mengikuti jejak Kristus yang menderita. Menjadi murid Yesus berarti siap menerima resiko harus menderita.

 

Resiko mengikuti Yesus dengan harus menderita itu berlaku bagi kita sekalian bukan hanya bagi para pelayan Tuhan saja. Masing – masing punya Salibnya dalam keluarga, pelayanan, Pendidikan, pekerjaan dan kehidupan. Taat menderita sebagai resiko mengikut Yesus adalah realita yang mesti kita jalani. Yesus sebutkan dalam ayat – ayat selanjutnya dari bagian yang kita baca: menyangkal diri, memikul Salib dan mengikut Yesus. Namun Yesus tidak membiarkan kita berjalan sendirian. Yesus mendengar doa kita. Minggu Invocavit sebutan untuk minggu sengsara II dalam Liturgi Gerejawi mengandung makna: Bila Ia berseru kepadaku, Aku akan menjawab (Mazmur 91:15a). Jangan takut dan cemas sebab Yesus beserta kita. Ia lebih dahulu mengalami derita dan kematian karena ketaatan kepada Misi Allah. Yesus memberi kekuatan melewati badai dan iman untuk untuk tetap berharap.

 

Komitmen untuk taat menderita dimulai dari pembaruan hati dan pribadi masing – masing. Pelayanan pada periode 2022 – 2027 baru saja dimulai, apakah masih gelombang kecil yang kita hadapi? Ataukah badai hebat sedang menunggu kita? Yang jelas Kristus menyertai kita saat teduh maupun penuh badai. Ketika hati dan kehidupan kita mengalami pembaruan maka hidup dan pelayanan akan berbuah bagi kemuliaan Tuhan. Salib pasti memberi kemenangan. Dan sebaliknya jika hati dan hidup kita belum mengalami pembaruan Allah maka kita tidak akan mengalami sentuhan kuasa ajaib Allah. Ada sebuah kisah, ketiak seorang Pendeta sedang mengajar tentang pengorbanan Kristus untuk menebus dosa manusia. Seorang pemuda berdiri dan bertanya: “Berapa berat dosa itu? Lima kilo? Sepuluh kilo? Atau seratus kilo? Saya tidak pernah merasakan beratnya dosa yang pak Pendeta sebutkan”.  Pak Pendeta menjawab pemuda itu: “Bila kita meletakkan 500 kilo beban ke atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban itu berat?”. Anak muda itu menjawab dengan cepat: “Tentu saja tidak! Mayat tidak dapat merasakan berat apapun karena sudah mati”. Jadi kesimpulannya: jika kita telah mati rohani tentu kita tidak dapat merasakan betapa besar kasih Tuhan yang sudah menebus beban dosa kita yang beratnya tak terhitung itu. Jangan biarkan hidup kita mengalami kematian atau kekeringan rohani. Nikmatilah setiap dinamika dalam hidup, kerja dan pelayanan. Kristus bersama kita. Tetaplah taat dan setia meskipun menderita sampai akhir kehidupan. Jangan pernah sesali pilihan dan keputusan: sapa suruh mo panah binatang itu? Amin. Tuhan memberkati. Selamat menjalani minggu sengsara ke – 2. 

On Youtube: RESIKO MENGIKUTI YESUS @dearpelangi

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "RESIKO MENGIKUTI YESUS (Markus 8:31-33)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed