KHOTBAH 2: JANJI KEPADA BUDAK - BUDAK IBRANI TIDAK DITEPATI (Yeremia 34:8-22)
Ada syair lagu dangdut dari Roma Irama tentang kegagalan cinta karena tidak tepati janji. “Kau yang berjanji Kau pula yang mengingkari”, akhirnya cinta gagal dan hidup menderita. Seperti itu juga yang dialami umat di kerajaan Yehuda pada masa nabi Yeremia. Ingkar janji kepada Tuhan, akhirnya kehilangan cinta Tuhan. Janji kepada Tuhan adalah cermin dari hati dan tanda hidup beriman. Janji bukan sekadar kata-kata, tetapi sebuah komitmen yang menuntut kesetiaan dan tanggung jawab. Dalam Yeremia 34:8–22, kita membaca kisah umat yang ingkar janji kepada Tuhan. Pada masa pemerintahan Raja Zedekia, sebagai Raja di Kerajaan Yehuda, saat Yerusalem sedang dikepung oleh tentara Babel. Dalam situasi genting itu, situasi terdesak, Raja Zedekia membuat perjanjian dengan seluruh rakyat di Yerusalem untuk membebaskan budak-budak Ibrani yang telah mengabdi selama enam tahun, sesuai ketetapan tentang Tahun Sabat (bdk. Keluaran 21:2; Ulangan 15:12).
Apa yang dilakukan Yehuda itu baik, karena umat melakukan perintah Tuhan. Namun, ketika keadaan mulai sedikit tenang dan pengepungan mereda, saat Mesir membantu Yehuda. Umat “berubah pikiran”. Frasa “berubah pikiran” artinya bukan sekadar “berpikir ulang,” tetapi berbalik dari ketaatan menjadi ketidaktaatan. Mereka menarik kembali budak-budak itu dan memperbudak mereka lagi. Tuhan melalui nabi Yeremia menegur mereka dengan keras karena ketidaksetiaan mereka, karena janji yang diingkari. Apa yang dilakukan umat bukan hanya pelanggaran terhadap sesama manusia, tetapi juga pelanggaran terhadap Tuhan sendiri. Janji mereka tidak keluar dari hati yang sungguh-sungguh, melainkan dari tekanan keadaan. Ingkar janjinya umat sama saja dengan mempermalukan Tuhan, mencemarkan kekudusan Tuhan. Tuhan mengingatkan umat di Yehuda bahwa mereka pernah jadi budak di Mesir tapi Tuhan membebaskan mereka. Karena itu panggilan mereka sebagai umat pilihan adalah panggilan untuk hidup dalam relasi yang membebaskan dalam kasih Tuhan. Tuhan ingatkan umat, seperti saat orang membuat perjanjian di Israel, mereka memotong anak lembu dan berjalan di antara potongan atau belahan lembu yang dipotong itu sebagai sumpah mereka bahwa kalo mereka melanggar perjanjian mereka siap bernasib sama seperti lembu itu, mati terbelah. Tuhan murka karena umat ingkar janji, akibatnya baik raja, para pemuka dan seluruh rakyat di kerajaan Yehuda, Tuhan serahkan mereka ke tangan musuh, Tuhan panggil Babel mengalahkan Yehuda. Yerusalem akan menjadi sunyi dan hancur.
Saudara-saudara, ini menunjukkan bahwa bagi Tuhan, kesetiaan dalam janji adalah hal yang sangat serius. Tuhan adalah Allah yang setia — Ia tidak pernah mengingkari janji-Nya kepada umat-Nya. Oleh karena itu, Ia juga menuntut kesetiaan dari umat-Nya. Bila kita tidak setia, kita sedang mencoreng gambar dan rupa Allah yang ada dalam diri kita. Ada jemaat yang dulunya dengan semangat berkata, “Saya mau melayani Tuhan di sekolah minggu, di paduan suara, majelis dll.” Ia bahkan diteguhkan, dilantik dan disaksikan jemaat. Namun setelah beberapa waktu, kesibukan, rasa lelah dan hal – hal lain menjadi alasan kecil sampai alasan klasik, lunturlah komitmen. Janjinya kepada Tuhan berubah hanya menjadi kenangan di atas kertas. Di tengah ketidaksetiaan manusia, ada satu yang tetap setia: Yesus Kristus. Yesus datang untuk menggenapi janji keselamatan Allah bagi dunia. Salib menjadi tanda kesetiaan Allah terhadap janji-Nya yang kekal. Karena itu, teladanilah Kristus yang setia dalam perkataan, tulus dalam komitmen, dan adil dalam memperlakukan sesama. Setialah pada janji pernikahan, janji peneguhan sidi, janji baptisan, janji pelayanan. Sebab Allah sendiri setia pada perjanjian kasihNya. Ia menggenapiNya dalam Yesus Kristus yang memerdekakan kita dari perbudakan dosa. Janganlah memperbudak sesama dalam bentuk apa pun (ekonomi, emosi, kekuasaan, atau dosa). Janganlah memperbudak sesame dengan kuasa, uang atau keegoisan. Ingatlah, Kristus memanggil kita untuk membebaskan. Ia telah membebaskan kita dari perbudakan dosa. Kesetiaan kepada Allah tidak dapat dipisahkan dari keadilan kepada sesama. Janji kepada Tuhan tidak boleh hanya diucapkan saat terdesak, lalu dilupakan ketika keadaan membaik. Jika ada janji yang diingkari, berdoalah memohon pengampunan Tuhan. Tuhan tidak menutup mata terhadap janji yang diingkar. Janji bukan hanya soal moralitas, tetapi soal spiritualitas, soal kesetiaan kita kepada Tuhan yang setia. Marilah kita belajar untuk menepati janji kita kepada Tuhan dan sesama, sebab kesetiaan kecil yang kita jaga hari ini adalah dasar bagi berkat besar yang Tuhan percayakan esok hari. Jangan biarkan janji kita hanya jadi kata-kata di bibir, tetapi biarlah menjadi kesaksian hidup tentang kasih dan kesetiaan kepada Allah. Amin
Belum ada Komentar untuk "KHOTBAH 2: JANJI KEPADA BUDAK - BUDAK IBRANI TIDAK DITEPATI (Yeremia 34:8-22)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.