JANJI KEPADA BUDAK - BUDAK IBRANI TIDAK DITEPATI (Yeremia 34:8-22)
Manusia diciptakan Tuhan dengan satu keistimewaan karena Allah telah “membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat…membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu. Segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya” (Mzm 8:6-7). Ini menunjukkan, bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang memiliki kebebasan menjalani hubungan dengan Allah dan melakukan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Karena itu, menghalangi kebebasan manusia berarti menajiskan nama Tuhan (ayat 16).
Betapa pentingnya kebebasan manusia bagi Allah, sehingga Allah sendiri membebaskan umat-Nya dari Mesir yang dikenal sebagai “tempat perbudakan” (ayat 13). Karena kebebasan manusia ini merupakan hal penting, maka apabila ada yang menghambat kebebasan itu, Allah akan mengambil tindakan dan menghukum. Orang-orang Israel yang membebaskan budak-budak laki-laki dan budak-budak perempuan, tetapi kemudian diambil kembali dijadikan budak lagi, mereka mendapat hukuman dari Tuhan (ayat 19–21). Tindakan Allah menghukum orang-orang Israel karena menginkari janji pembebasan budak, dilakukan setelah ada perjanjian raja Zedekia dengan rakyat Yerusalem mengenai pembebasan budak. Jadi orang Israel dan pemimpinnya menyadari bahwa pembebasan itu adalah kehendak Allah. Allah menghendaki kebebasan para budak laki-laki maupun perempuan, supaya mereka hidup “sebagai orang merdeka, sehingga tidak ada lagi seorangpun yang memperbudak saudaranya, orang Yehuda” (ayat 9). Tetapi kemudian mereka mengambil kembali budak-budak itu, karena mereka “berubah pikiran”. (ayat 11). Apa yang sudah disepakati, yakni membebaskan para budak, tetapi karena “berubah pikiran”, maka apa yang dihendaki Allah, yaitu pembebasan budak dibatalkan dan tidak dijalankan.
Ini pelajaran penting bagi kita orang Kristen, dan secara khusus warga GKI. Pelajaran apa itu? yakni kehendak Allah atas umat-Nya yang harus dilakukan, dan sudah ada kesediaan untuk melakukannya, tetapi gara-gara “pikiran berubah”, maka kehendak Allah tidak diberlakukan. Kehendak Allah tidak berlaku, karena apa yang ada dalam pikiran kita bertentangan dengan rancangan Allah dan yang kita ikuti dan lakukan bukan kehendak Allah, tetapi keingin dan ego kita. Saudara mau tahu apa sikap Yesus ketika salah seorang murid-Nya, yaitu Petrus mengandalkan pikiran dan egonya di hadapan Yesus? Mari kita baca Matius 16:23, “Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis, engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Bagi Yesus, seseorang yang ikut Tuhan, tetapi tidak menjalani hidupnya menurut pikiran atau kehendak Tuhan, maka dia menjadi “batu sandungan” atau penghalang bagi rancangan dan kehendak Allah, dan orang seperti ini bagi Yesus adalah iblis. Jadi sekalipun kita ini orang Kristen, warga GKI, tetapi kalau menjalani hidup ini menurut pikiran dan ego kita manusia, maka kita adalah iblis, yang menjadi penghalang pekerjaan dan kehendak Allah. Sekalipun kita ini majelis jemaat, tetapi kalau tidak menjalani pelayanan sesuai dengan pikiran atau kehendak Allah, maka kita adalah iblis.
Itulah alasannya mengapa Allah menghukum orang Israel dan para pemimpinnya karena membatalkan pembebasan budak. Allah menghendaki budak-budak itu dibebaskan, supaya mereka menjadi “sebagai orang merdeka” (ayat 9), tetapi orang Israel kembali memperbudak saudaranya orang Yesuda itu. Jadi tadinya mereka setuju dan membebaskan para budak, tetapi kemudian pikiran berubah, dan mereka memperbudak kembali saudara sebangsanya. Karena itu, sekali lagi, Allah menghukum orang yang tidak menjalankan kehendak-Nya. Dan setiap orang Kristen, khususnya warga GKI, patut ingat hal ini baik-baik, bahwa Allah menghukum siapa saja yang tidak mengikuti kehendak-Nya. Dan setiap orang yang tidak mengikuti kehendak Allah adalah batu sandungan atau penghalang bagi pekerjaan Allah di dunia ini.
Sudah pada tempatnya, kalau dalam ibadah minggu ini, setiap orang dan setiap keluarga membuat perenungan dan bertanya pada diri masing-masing, apa saya dan keluarga saya selama ini sudah menjalani kehidupan ini sesuai dengan pikiran atau kehendak Allah, atau jangan-jangan tanpa sadar saya dan keluarga saya hidup di luar pikiran dan kehendak Allah. kalau ini yang terjadi kita dingatkan bahwa setiap orang yang tidak menjalani hidup ini sesuai pikiran dan kehendak Allah, orang itu telah menajiskan nama Allah, maka cepat atau lambat Allah akan menindaknya. Sesungguhnya pada orang Kristen, termasuh warga GKI, sudah tidak boleh ada pikiran dan tindakan memperbudak orang lain. Mengapa? Karena orang Kristen itu sudah dibebaskan dari perbudakan. Kalau orang Israel Allah bebaskan dari “rumah perbudakan”, yaitu Mesir, dan dalam kepemimpinan Musa di bawa keluar dari sana, maka orang Kristen, dan warga GKI, oleh Yesus Kristus, yang mati di salib dan bangkit telah dibebaskan dari pikiran, sikap, tindakan yang dikuasai oleh dosa. Di dalam Kristus kita semua tanpa kecuali sudah menjadi “sebagai orang merdeka”. Oleh sebab itu, tidak boleh ada pikiran dan kehendak memperbudak orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari acapkali kita tanpa sadar mempraktekan pikiran dan kehendak memperbudak orang lain; misalnya ada orang datang minta bantuan untuk menolong dia dari pergumulan hidupnya, dan hati kita oleh kuasa Roh Kudus tergerak untuk menolong orang itu terbebas dari pergumulannya. Tetapi kemudian kita “berubah pikiran”, dan bilang kepada orang itu, saya bisa bantu, tetapi bisakah bapak atau ibu kerjakan ini untuk saya. Dan biasa orang yang mau dibantu itu pasti mau kerjakan apa yang diminta, karena dia sangat membutuhkan bantuan itu. Tetapi di sinilah tanpa disadari kita sedang jalani hidup ini bukan dengan pikiran atau kehendak Allah, melainkan pikiran dan ego kita. Pikiran dan kehendak Allah, kita membantu orang supaya orang itu bebas dari beban hidupnya, tetapi pikiran dan ego yang ada pada kita adalah saya mau membantu agar kepentingan saya dapat terpenuhi. Allah mau menjadikan orang yang dibantu itu menjadi “sebagai orang merdeka”, sebaliknya kita memperbudak orang yang minta bantuan supaya kepentingan kita terjawab. Dan inilah yang Allah tidak kehendaki dari orang Kristen. Orang Kristen adalah orang yang memerdekakan orang lain, bukan membebani hidup orang lain. Orang GKI adalah orang yang membebaskan saudaranya dan sesamanya dari beban dan tindihan kehidupan ini, bukan membebani orang lain untuk meringankan hidup kita sendiri. Karena itu, kiranya oleh pertolongan dan kekuatan dari Roh Kudus, kita tidak mudah “berubah pikiran” dalam menjalani hidup ini, apapun kepentingan kita, melainkan terus menjalaninya berdasarkan dan sesuai pikiran Allah. Sebab, bukan kita yang memilih Tuhan, melainkan Dialah yang memilih kita. Ini yang ditegaskan dan dingatkan Yesus kepada murid-murid-Nya, ketika Dia berkata, “bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu”(Yoh 15:16). Kita telah dipilih Tuhan menjadi umat-Nya dan menentapkan kita supaya terus-menerus berbuah, dan menjamin apa yang kita minta kepada Bapa akan berikan-Nya. Karena itu, biarlah kita senantiasa jalani hidup ini dalam pikiran dan kehendak Allah. Jangan mudah “berubah pikiran”, dari pikiran Allah menjadi pikiran kita, apapun yang kita hadapi dalam hidup ini. Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)
terima kasih, penggemar setia refleksi khotbah DEAR PELANGI memberkati kami sekeluarga, tiap sabtu dan minggu selalu stand by tuk membaca dan merenungkan.
BalasHapusAmin ... Terima kasih juga Sahabat Dear Pelangi,,, Tuhan berkati sll
Hapus