KHOTBAH HUT KE - 69 GKI di TANAH PAPUA: PENGHARAPAN YANG MEMERDEKAKAN (Roma 8:18-30)

Orang Kristen adalah orang yang hidup dalam keselamatan, sebab oleh Yesus Kristus kita telah dibebaskan dari kuasa dosa. Kalau begitu apakah orang Kristen tidak lagi mengalami penderitaan di dunia ini? Tentu orang Kristen masih mengalami penderitaan. Penderitaan karena sakit, penderitaan karena krisis ekonomi, penderitaan karena rusaknya relasi-relasi sosial, dan berbagai penderitaan yang lain. Tetapi orang Kristen tidak boleh hidupnya dikuasai oleh penderitaan itu, karena orang Kristen yang beriman kepada Kristus, yang sudah hidup di dalam keselamatan itu, memiliki pengharapan akan masa depan yang penuh kemuliaan. Karena itu, kepada orang Kristen di Roma Rasul Paulus katakan, “Sebab, aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (ayat 18).

 

Benar hari ini orang Kristen tidak bebas dari berbagai bentuk penderitaan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi orang Kristen yang sudah hidup dalam keselamatan akan mengalami kemuliaan yang akan dinyatakan bagi setiap orang yang beriman kepada Kristus. Kapan kemuliaan itu menjadi nyata dalam kehidupan kita? Dalam ayat 21 disebutkan, kalau kita sudah dimerdekakan dari “perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan dan kemuliaan anak-anak Allah”. Kita memang sudah dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan, tetapi kalau kita tidak mau melepaskan diri dari perbudakan kebinasaan, tetap saja pahitnya penderitaan itu menjadi pengalaman hidup kita. Apa itu “perbudakan kebinasaan”? Itulah sikap memperhamba diri kepada berbagai kejahatan. Kita sudah menjadi orang Kristen, tetapi masih suka benci orang lain; masih senang memfitnah orang lain; masih suka marah dan dendam orang lain; masih suka berpikir dan bicara kotor tentang orang lain. Orang Kristen sesungguhnya sudah tidak ada dalam perbudakan kebinasaan itu, karena sudah dimerdekakan Kristus dan ada di dalam kemuliaan anak-anak Allah.

 

Hari ini kita merayakan 69 tahun GKI di tanah Papua. Artinya kita sudah 69 tahun ada di dalam kemuliaan anak-anak Allah, karena orang Kristen termasuk warga GKI adalah anak-anak Allah. Tetapi kalau ada warga GKI yang tidak pernah mengalami kemuliaan sebagai anak-anak Allah, berarti selama ini hidup dalam “perbudakan kebinasaan”. Karena itu dalam hari yang penting ini, 69 thn GKI, mari kita berkomitmen untuk melepaskan diri dari kesenangan memperhamba diri dalam perbudakan kebinasaan. Jadikan hari ini sebagai titik awal yang baru untuk hidup dalam kemuliaan anak-anak Allah. Bapak/ibu adalah warga GKI. Bapak/ibu tahu siapa itu warga GKI? Siapa itu anggota jemaat GKI? Dalam tata gereja disebutkan bahwa “jemaat adalah persekutuan orang Kristen sebagai tubuh Kristus yang ada di tempat tertentu yang menampakkan diri dalam pertemuan ibadah dan sakramen secara teratur” (TG, IX, 20:1). Warga GKI adalah tubuh Kristus. Kristus sesudah bangkit, naik ke sorga ada dalam kemuliaan Allah. Jadi kalau warga GKI disebut tubuh Kristus, maka setiap orang dalam gereja ini sudah ada dalam kemuliaan Kristus, sehingga  kehadiran dan keberadaan di dunia ini memancarkan kemuliaan Kristus.  Karena itu, di dalam GKI tidak boleh lagi ada orang yang memperhamba diri dalam perbudakan kebinasaan. Dalam GKI sudah tidak boleh ada kebencian, kemarahan, dendam; dalam GKI sudah tidak boleh ada orang berlaku tidak adil, tidak jujur; dalam GKI sudah tidak boleh ada kejahatan apapun bentuknya, karena GKI adalah tubuh Kristus. Bisakah dalam perayaan 69 th GKI, jemaat ini berkomitmen menjadi contoh dan memberi teladan bagi jemaat-jemaat yang lain mengenai jemaat GKI yang sesungguhnya, jemaat GKI yang kudus, jemaat GKI sebagai tubuh Kristus, dan yang ada dalam kemuliaan sebagai anak-anak Allah.

 

Sering kali kita tidak menyadari bahwa Tuhan sedang bekerja untuk membuat kita ada di dalam kemuliaan-Nya. Kita tidak menyadari, karena cara Allah bekerja sering kita tidak bisa memahaminya. Bahkan tidak jarang ada hal-hal yang tidak nyaman dalam hidup kita, tetapi di situ Allah sedang berperkara dengan kita. Kepada orang Kristen di Roma, Rasul Paulus berkata, “kita tahu bahwa Dia turut berkerja dalam segala sesuatu demi kebaikan orang-orang yang mengasihi Allah, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana-Nya” (ayat 28). Kata Rasul Paulus, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu. Allah turut bekerja dalam Ottow dan Geissler yang datang pertama membawa Injil dan tiba di Mansinam 5 Februari 1855. Satu abad yang lalu Allah juga bekerja di dalam diri I.S. Kijne untuk peradaban dalam Injil bagi orang Papua yang ditandai oleh kata-kata berhikmat dan visioner dari Kijne. Ini kata-kata Kijne yang diucapkan pada tgl 25 Oktober 1925 di Aitumeri: “Di atas batu ini, saya meletakan peradaban orang Papua. sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akalbudi dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini tetapi bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”. Peradaban seperti apa yang Kijne letakan bagi bangsa Papua? itu tidak lain adalah peradaban dalam Injil. Karena itu, Kijne pernah berkata, “siapa yang bekerja di tanah ini harus bekerja dengan setia, rajin dan dengar-dengaran akan Injil”. Siapa yang mau jadi Gubernur, Bupati, Wali Kota di Tanah Papua harus setia, jujur, dan dengar-dengaran akan Injil. Siapa yang mau jadi Dosen di Tanah Papua harus setia, jujur dan dengan-dengar akan Injil. Siapa yang menjadi Pegawai Negeri, Tentara, Polisi di Tanah Papua harus setia, jujur dan dengar-dengan akan injil. Siapa yang mau jadi Majelis Jemaat, Pendeta, Penatua, Syamas di Tanah Papua harus setia, jujur dan dengar-dengar akan injil. Hanya ketika kita setia, jujur dan dengar-dengaran akan injil, maka kita akan berjalan dari tanda heran yang satu kepada tanda heran yang lain. Jadi Papua ini hanya bisa dibangun dan mengalami perubahan kalau di dalam Injil. Jayapura ini hanya bisa dibangun dan mengalami perubahan kalau di dalam Injil; jemaat GKI hanya bisa dibangun dan mengalami pertumbuhan kalau di dalam Injil.

 

Melalui momen perayaan 69 tahun GKI hari ini, 26 Oktober 2025, Allah sedang bekerja untuk kebangkitan orang Papua di dalam Injil. Melalui perayaan satu abad peradaban orang Papua, kemarin tgl 25 Oktober 2025, yang dirayakan di Wondama, Allah sedang berkerja untuk kebangkitan orang Papua di dalam Injil. Bapa/ibu, sejak Injil masuk di Mansinam, 5 Februari 1855, sampai hari ini kita sudah 170 tahun hidup dalam Injil. Sejak GKI berdiri sampai hari ini kita sudah 69 tahun hidup dalam injil. Dan sejak I.S,Kijne bernubuat pada tanggal 25 Oktober 1925 di Aitumeri, kita sudah 100 tahun hidup dengan peradaban dalam Injil. Pertanyaannya, apakah orang Papua sudah bangkit seperti yang Kijne nubuatkan, bahwa bangsa ini akan bangkit memimpin dirinya sendiri? Kalau melihat pimpinan-pimpinan daerah di tanah Papua, maka seluruhnya adalah anak-anak Papua; di bidang pendidikan yang pimpin perguruan tinggi adalah anak-anak Papua, rektor Uncen, rector Unipa semuanya adalah anak-anak Papua; gelar-gelar akademik di berbagai perguruan tinggi, DR, Profesor, dimiliki anak-anak Papua. Uang untuk bangun Papua juga tidak sedikit. Dan bisa saja semua ini kita anggap sebagai tanda kebangkitan Papua. Tetapi hari ini kita punya masalah serius di Papua, yaitu apa yang saya sebut “paradoks papua”. Apa itu? Papua kaya, tetapi miskin. Ada DR dan Prof, tetapi masih ada butahuruf; ada banyak uang untuk bangun Papua, tetapi Papua masih tertinggal. Seharusnya 170 tahun dalam injil sudah tidak ada kemiskinan di Papua, 100 tahun dalam peradaban pendidikan seharusnya sudah tidak ada buta huruf di Papua. Uang Otsus untuk bangun Papua cukup banyak, seharusnya tidak ada lagi daerah-daerah tertinggal di Papua. Tetapi mengapa ada paradoks papua itu? Penyebabnya kita temukan dalam kata-kata I.S. Kije menjelang kepulangannya ke Belanda tahun 1958. Kijne berkata seperti ini, “saya pulang dengan keyakinan bahwa, tanah dan bangsa Papua akan dikuasai oleh mereka yang mempunyai kepentingan politik atas segala kekayaan dari hasil tanah itu. Tetapi mereka tidak akan membangun manusia Papua dengan kasih sayang, sebab keadilan dan kebenaran akan diputarbalikan serta banyak hal baru membuat orang Papua menyesal. Tetapi itu bukan maksud Tuhan, karena itu keinginan manusia”. Jadi mengapa ada paradoks papua? Karena Papua dikuasai oleh kepentingan politik, Papua dibangun dalam kekuatan politik. Dan Kijne bilang itu bukan maksud Tuhan, itu adalah keinginan manusia. Kalau begitu apa maksud Tuhan untuk Papua? Papua harus dibangun di dalam kekuatan Injil, bukan kekuatan di luar Injil. Papua hanya bisa merdeka di dalam kekuatan Injil, bukan kekuatan politik. Papua bisa merdeka dari kemiskinan, ketertinggalan, butahuruf dan keterasingan hanya kalau Papua dibangun didalam kekuatan Injil. Papua hanya bisa dibangun dan mengalami pembaruan oleh kekuatan Injil. Sebab Injil, kata Rasul Paulus, adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya” (Roma 1:16). Kalau kita bangkit dan bangun Papua dengan kekuatan Allah, maka paradoks papua bisa teratasi, sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk 1:37).

 

Biarlah kiranya mulai hari ini, kita berkomitmen untuk bangkit dan membangun Papua, membangun GKI dan secara khusus membangun jemaat GKI di dalam kekuatan Injil, bukan dalam kekuatan dan kepentingan politik. Kalau kita bangun Papua dalam kekuatan Injil, bangun GKI dan Jemaat dalam kekuatan Injil, maka harapan-harapan, doa-doa dan pergumulan kita mengenai tanah ini Tuhan dengar. Karena dalam ayat 26 ditegaskan, “Roh membantu kita dalam kelemahan kita. Sebab, kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”. Kita harus akui, kita memiliki keterbatasan bahkan kelemahan untuk bangkit dan bangun Papua, tetapi Roh Kudus membantu kita dalam kelemahan kita. Allah dalam Roh-Nya turut bekerja demi kebaikan orang Papua yang mengasihi Allah. Bahkan Yesus sendiri berjanji, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Matius 28:20). Amin! (Penulis: Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M. Th)

 

 

 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "KHOTBAH HUT KE - 69 GKI di TANAH PAPUA: PENGHARAPAN YANG MEMERDEKAKAN (Roma 8:18-30)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed