POTRET SEORANG PENGKHOTBAH (Part 1)

Hai Sahabat Dear Pelangi,

Semoga semua kita selalu sehat dan penuh semangat yah. Tak terasa setengah perjalanan di bulan Januari 2024 sudah kita jalani. Yuk semakin produktif dalam kerja dan pelayanan untuk berbagi kasih dan kebaikan. Kali ini saya membagikan materi Diskusi Buku “Potret Seorang Pengkhotbah” dari John Stott. Buku ini kami diskusikan dalam Grup Diskusi Buku Peruati (Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia) se Sorong Raya pada 15 Desember 2023. Semoga menjadi berkat untuk terus menginspirasi para Pendeta, Penatua, Syamas (Diaken)  dan kita semua dalam berbagi kebenaran Firman Tuhan.

 

Pengantar dari saya

Sebuah buku yang ditulis oleh John Stott dengan judul asli “The Preachers Portrait”. John Robert Walmsley Stott (27 April 1921 – 27 Juli 2011) atau dikenal dengan John Stott berasal dari Inggris, dikenal sebagai pengkhotbah, penginjil, dan penulis. Menurut Majalah Time di Amerika Serikat tahun 2005, John Stott masuk sebagai salah satu dari "100 tokoh paling berpengaruh di dunia”. Salah satu buku John Stott yang cukup populer diantaranya: “Isu – isu Global”. Buku Potret Seorang Pengkhotbah ini terdiri dari 5 Bab yang di awali dengan sebuah pendahulan. Lima Bab ini merupakan lima kunci potret seorang pengkhotbah: 1. Seorang Pelayan; 2. Seorang Pembawa Berita; 3. Seorang Saksi; 4. Seorang Bapak; 5. Seorang Hamba

 

Prakata dari Ajith Fernando (Direktur Bidang Pengajaran: Youth for Christ, Sri Lanka)

Buku ini menjadi buku yang berpengaruh untuk memelihara semangat pelayanan jangka panjang dengan fokus pada Pembinaan Pelayan: memberi penyegaran rohani dan emosi bagi para pengkhotbah baik yang masih muda maupun senior. Aspek penyegaran diperoleh dari dasar yang kuat pada Alkitab dan sukacita bergumul dengan kebenaran Alkitab. Buku ini memberi inspirasi karena memiliki kedalaman yang berasal dari bergaul akrab dengan Firman Allah tapi juga sarat dengan aplikasi praktis untuk kehidupan masa kini.

 

Kata Pengantar Langham Indonesia (Juli 2022)

Penulis menyajikan potret pengkhotbah dengan menggunakan lima lensa mikro atau lima kata dalam Perjanjian Baru agar setiap pengkhotbah mengenal dirinya sendiri: siapa pengkhotbah dan bagaimana seharusnya pengkhotbah melakukan tugasnya. Menyajikan Firman Allah dengan jelas, setia pada teks dan relevan bagi jemaat agar jemaat bertumbuh dewasa secara rohani.

 

Pengantar dari Editor: Isobel Stevenson (Editor Senior, Langham Partnership)

Biasanya sebuah buku hasil terjemahan agak sulit untuk dicerna (perlu dibaca beberapa kali) terutama bila itu terjemahan “Teologi” tapi kemudian dibaca oleh orang – orang yang tidak memiliki basic Teologi. Tapi Editor telah melakukan tugas dengan luar biasa sebab Editor “memodifikasi beberapa referensi dan kutipan yang mungkin membingungkan para pembaca abad 21 dan juga mempersingkat serta memperjelas kalimat tanpa mengubah makna dan substansi dalam pengajaran yang sangat Alkitabiah dari John Stott serta sudah dengan persetujuan tim pengurus yang ditunjuk oleh John Stott.

 

Pengantar dari John Stott (Oktober 1961)

Topik utama buku ini adalah kata – kata yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk memberi gambaran tentang siapa pengkhotbah dan tentang tugas berkhotbah jadi bukan tentang teknik atau metode berkhotbah, melainkan pesan dan otoritas pengkhotbah, isi pemberitaan yang harus diserukan, pentingnya pengalaman secara pribadi tentang Injil, motivasi, sumber kuasa dan kualitas moral yakni kerendahan hati, kelemah lembutan dan kasih yang seharusnya menjadi karakter pengkhotbah. Ini yang disebut sebagai potret seorang pengkhotbah, potret yang dilukis Allah sendiri di atas kanvas Perjanjian Baru. Buku ini mengekspresikan kerinduan menyelaraskan pelayanan John Stott dengan teladan Kristus dalam FirmanNya.

 

PENDAHULUAN

Peran yang tidak digunakan untuk menggambarkan potret seorang pengkhotbah yakni

Pengkhotbah bukan Nabi

Pengkhotbah bukan nabi seperti nabi – nabi Perjanjian Lama. Pengkhotbah tidak mendapat pesan secara langsung sebagai penyataan Allah. Seorang pengkhotbah memiliki “roh” kenabian tetapi bukan nabi. Dalam PL nabi adalah juru bicara Allah, penyambung lidah Allah. Nabi mengucapkan Firman Allah atas nama Allah. Itu Nampak dalam pemakaian frasa: “datanglah Firman Allah kepada …; “Beginilah Firman Tuhan”. Pengkhotbah bukan nabi karena pengkhotbah bukan berbicara pesan yang langsung diterima dari Allah, tapi pengkhotbah menguraikan secara rinci penyataan yang telah diberikan Allah dalam kesaksian Alkitab. Jadi ketika pengkhotbah menyampaikan Firman Allah, Firman Allah yang dimaksud tidak mengacu pada penyataan Allah yang baru, tetapi Firman Allah sebagaimana dalam Alkitab. Karunia bernubuat dalam PB digunakan sebagai cara untuk menyampaikan kata – kata yang menguatkan orang percaya ketika mereka berkumpul untuk beribadah – bertujuan membangun, menasihati dan menghibur (I Kor 14:3-4). Nubuat dalam PB juga tidak diberi status yang mutlak dan mempunyai otoritas seperti Kitab Suci melainkan dapat diuji (I Tes 5:20-22). Jadi tidak ada pengkhotbah yang memiliki status seperti nabi dalam PL sebaliknya pendengar khotbah menerima perkataan pengkhotbah dengan sikap yang sama dengan orang – orang Berea, yang setelah mendengar Paulus berkhotbah, “….. setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui apakah semuanya itu benar demikian” (Kis 17:11)

 

Pengkhotbah bukan Rasul

Sekalipun gereja bersifat “apostolik” di bangun di atas dasar pengajaran para Rasul dan gereja juga di utus ke dalam dunia untuk memberitakan Injil tapi misionaris atau pemimpin gereja tidak dapat disebut Rasul yang sama dengan status 12 Rasul di PB. Pengkhotbah juga bukanlah Rasul seperti para Rasul Yesus atau Rasul Paulus. Rasul diutus oleh Yesus, mereka adalah perwakilanNya yang memiliki otoritas khusus, mereka memiliki status unik, pengalaman unik bersama dengan Yesus dan tugas unik yang diterima langsung dari Yesus. Paulus juga menerima penunjukan langsung dari Yesus yang bangkit. Jadi Rasul hanya ada pada generasi pertama orang percaya. Para Rasul juga beroleh otoritas untuk mengajar dan menulis kesaksian iman yang diterima oleh Gereja sebagai otoritas Perjanjian Baru. Otoritas para rasul berasal dari Yesus sendiri dan sampai kepada kita melalui Alkitab Perjanjian Baru. Jadi sebutan rasul hanya khusus untuk Paulus dan ke-12 murid Yesus yang secara khusus ditugaskan dan diberi otoritas oleh Yesus. PENGKHOTBAH DI PANGGIL UNTUK BERKHOTBAH DI BAWAH OTORITAS ALKITAB BUKAN UNTUK MENGKLAIM BAGI DIRI MEREKA SENDIRI OTORITAS YANG SAMA DENGAN ALKITAB.

 

Pengkhotbah bukan Nabi Palsu atau Rasul Palsu

Nabi palsu berbicara tentang “penglihatan rekaan hatinya sendiri bukan apa yang datang dari mulut Tuhan” (Yer 23:16). Pengkhotbah bukan mengucapkan kata – kata mereka sendiri atau menyuarakan pendapat mereka sendiri  tentang agama, etika, teologi dan politik. Mengutip beberapa ayat Alkitab tetapi ayat – ayat itu hanya sedikit berhubungan dengan khotbah dan juga tidak ada upaya untuk menafsirkan ayat tersebut sesuai konteksnya.

 

Pengkhotbah bukan Peleter

Pengkhotbah bukan “peleter” atau pembual – penggosip, orang yang suka mengoceh, yang menyebarkan kabar sepotong – sepotong (menyebarkan potongan – potongan ide. Pengkhotbah tidak boleh begitu saja meneruskan ide orang laintanpa memilah, menimbang – meneruskan ide – ide yang di dengar pembicara di radio, televisi atau internet tanpa pertimbangan. Pengkhotbah tidak hanya menggunakan mulut tapi juga pikiran dan hatinya. Pengkhotbah tidak seharusnya mencuri khotbah yang telah dikhotbahkan oleh orang lain. (Bersambung ke Part 2)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "POTRET SEORANG PENGKHOTBAH (Part 1)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

YANG PALING BARU

KEKASIHKU, KASIHKU, KEHIDUPANKU (Kidung Agung 2:8-17)

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed