SYUKURAN KEMATIAN : SEKALIPUN DAGINGKU DAN HATIKU HABIS LENYAP (Mazmur 73:23-26)

 

Asaf adalah keturunan Lewi. Ia memang tidak sepopuler Raja Daud, Salomo, nabi Elia, dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya. Tetapi dalam Mazmur ini, Asaf  menunjukkan kebesaran hati dan imannya kepada Tuhan. Bani Asaf adalah keluarga pemusik Senior di Bait Allah terutama sebagai penyanyi dan pemain ceracap. Asaf melayani Allah dengan setia, tapi ia juga bergumul karena hidupnya yang ada dalam Bait Allah harus menderita sedangkan orang fasik yang tidak mengenal Tuhan malah senang - senang dan nyaman. Pada ayat – ayat sebelum bacaan kita, ia membandingkan penderitaannya dengan ketenteraman dan kebahagiaan yang dialami banyak orang fasik.

 

Walaupun demikian, pemazmur memilih keputusan iman tetap dekat kepada Allah walaupun masih mengalami dukacita karena pergumulan itu. Pemazmur mempercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ia yakin pada waktu-Nya Tuhan akan menyelamatkannya. Bahkan pemazmur berkomitmen untuk memahsyurkan perbuatan baik Tuhan. Pemazmur mengakui bahwa Allah berdaulat atas hidup manusia. Pemazmur mengakui bahwa bagi orang beriman, penyertaan Tuhan adalah kebaikan yang tertinggi karena dengan penyertaan Tuhan hidup orang beriman akan selalu dalam pemeliharaan-Nya. Pemazmur menantang kita untuk memiliki iman yang dewasa di tengah dunia yang penuh luka, iri hati, dan kejahatan.

 

Di dalam Tuhan, Asaf bukan saja beroleh kehangatan pelukan Tuhan, tetapi juga pengenalannya akan Tuhan menjadi makin jelas dan dewasa. "Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya" (ayat 26). Kata dagingku Ibr: שְׁאֵרִ֗י (sheeri) dari akar kata שְׁאֵר (sheer), menunjuk pada tubuh jasmani sedangkan hatiku menggunakan menggunakan kata וּלְבָ֫בִ֥י (ulevavi atau ulebabi) dari akar kata לֵבָב (lebab) menunjuk kepada apa yang ada di dalam batin manusia, yaitu hati, perasaan atau jiwa manusia. Daging dan hati yang habis lenyap itu menunjuk pada keadaan tidak berdaya, kalah total.

 

Tapi meskipun seluruh hidup habis lenyap,  tidak berdaya, Allah tetap menjadi gunung batu dan bagiannya selama-lamanya. Allah menjadi gunung batu artinya Allah menjadi kekuatan tubuh, hati dan jiwa. Jadi dalam ketidakberdayaannya pemazmur tetap mengandalkan Tuhan sebagai sumber kekuatanNya. Itulah yang disebut iman yang dewasa, iman yang telah dimurnikan, iman yang tidak lagi dikaitkan pada situasi. Iman itu bersandar penuh pada Allah saja dan menjadikan seluruh hidup baik yang sedang dilalui kini maupun tujuan kekal kelak sepenuhnya dari Tuhan, oleh Tuhan, untuk Tuhan saja.

 

Ketika orang beriman hidup di dalam Allah, maka ada cara pandang yang berbeda tentang pergumulan hidup. Ternyata yang terbaik bagi kita adalah dekat dengan Allah, hidup di dalam Allah. Allah menjadi Imanuel yang senantiasa bersama kita, menuntun kita dengan firman dan Roh-Nya, menopang kita dengan kuasa-Nya dan akhirnya menerima kita dalam kemuliaan sorga. Tantangan, persoalan, dukacita yang berat adalah sarana menyaksikan iman sejati yang tetap percaya bahwa Allah itu baik!

 

Ada sebuah kisah, seorang petani pisang di sebuah desa terpencil selalu menjual pisang dari desa ke kota. Tidak ada kendaraan umum untuk pergi ke kota. Jadi petani itu membagi pisang  - pisang yang hendak di jual untuk tiap – tiap anaknya. Ia memiliki enam anak. Sebelum ia menempatkan satu tandan pisang ke atas kepala masing – masing anaknya, ia selalu menilai berat tandan pisang itu dengan tangannya terlebih dahulu. Tandan pisang yang ringan akan diberikan pada putra bungsunya, dan tandan yang berat pada anak-anak yang lain sesuai usia dan kekuatan setiap anak. Si petani sendiri membawa tandan pisang yang paling berat di kepalanya. Lalu ia memimpin anak-anaknya untuk berjalan dari desa mereka ke pasar yang berada di kota. Mereka menjual buah pisang itu, dan kembali pulang bersama-sama dengan gembira. Hal itu berlangsung selama beberapa tahun sampai anak – anaknya berhasil dalam pendidikan.

 

Putra bungsu dari petani itu kemudian menjadi seorang Pendeta dan ia mengingat pengalaman tersebut. Ia merenungkan bahwa Tuhan yang penuh kasih juga bertindak seperti ayahnya. Jika Tuhan menginjinkan tantangan dan dukacita yang berat kita alami. Ia juga memberi bahu yang kuat, hati yang kuat dan iman yang  kokoh untuk menghadapi kesulitan kita. Kesulitan justru menjadi pelajaran terbaik untuk bertumbuh dalam iman. Seperti emas murni mengalami proses dipanaskan dan dibakar berulang kali. Seperti bejana indah dibentuk dan ditempa berulang kali. Demikianlah iman kita bertumbuh karena kehidupan yang bersyukur meskipun berduka, menyatakan damai meskipun di sakiti, tetap setia meskipun penuh pergumulan. Tuhan memberkati.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Belum ada Komentar untuk "SYUKURAN KEMATIAN : SEKALIPUN DAGINGKU DAN HATIKU HABIS LENYAP (Mazmur 73:23-26)"

Posting Komentar

Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.

ABOUT ME

Foto saya
Sorong, Papua Barat Daya, Indonesia
Menemukan PELANGI dalam hidup sendiri dan menjadi PELANGI di langit hidup sesama. Like and Subscribe my youtube channel: DEAR PELANGI CHANNEL

Iklan

Display

Inarticle

Infeed