RANCANGAN KHOTBAH: KURBAN KESELAMATAN (Imamat 7:11-21)
Korban keselamatan sebagai bentuk ungkapan syukur, ketaatan dan kekudusan di hadapan Tuhan.
Tujuan yang akan dicapai:
Agar jemaat mengalami pemulihan dalam Ibadah, bersyukur atas hidup dan keselamatan dalam Yesus Kristus.
Konteks saat itu:
Kitab Imamat adalah bagian dari Pentateukh (lima kitab Taurat) dan berfokus pada ibadah, kekudusan, dan hukum-hukum bagi bangsa Israel, terutama mengenai peraturan bagi para imam (dari situ nama “Imamat”). Kitab ini ditulis dalam konteks Allah sedang membentuk umat-Nya sebagai bangsa yang kudus, setelah mereka keluar dari Mesir. Kitab ini menjelaskan berbagai macam korban yang harus dipersembahkan oleh umat Israel agar mereka bisa hidup dalam persekutuan dengan Allah yang kudus. Dalam Imamat pasal 1–7, ada lima jenis kurban utama: Kurban bakaran (Im. 1), Kurban sajian (Im. 2), Kurban keselamatan (Im. 3, 7), Kurban penghapus dosa (Im. 4), Kurban penebus salah (Im. 5). Imamat 7:11-21 berpusat pada kurban keselamatan (korban syukur atau zevah shelamim), yang mencerminkan relasi damai antara umat dan Allah melalui ibadah yang penuh syukur dan kekudusan. Kurban keselamatan (Ibrani: zevach shelamim) adalah jenis persembahan yang mengekspresikan relasi damai dan syukur umat kepada Allah dapat berupa: Kurban syukur (ayat 12): Karena berkat atau penyelamatan tertentu dari Tuhan. Kurban nazar (ayat 16): Karena janji atau kaul yang dipenuhi. Kurban sukarela (ayat 16): secara sukarela sebagai ungkapan kasih dan hormat kepada Tuhan. Kurban keselamatan dagingnya boleh dimakan oleh orang yang mempersembahkan, berbeda dari kurban bakaran yang dibakar seluruhnya. Ini menciptakan nuansa perjamuan bersama Tuhan—sebuah gambaran relasi damai dan intim dengan Tuhan.
Kaitan dengan PB:
Yesus Kristus adalah penggenapan dari seluruh sistem korban. Dalam Yesus, kita menerima damai sejahtera dengan Allah (Roma 5:1). Perjamuan Kudus dalam Kekristenan adalah simbol persekutuan damai dan syukur kita dengan Allah, mengingatkan pada konsep kurban keselamatan—makan bersama sebagai tanda hubungan dipulihkan. Hidup orang percaya adalah persembahan syukur yang hidup (Roma 12:1).
Imamat 7:11-21 menggambarkan bahwa ibadah kepada Allah harus dijalani dengan hati yang penuh syukur, hidup yang kudus, dan sikap yang menghormati persekutuan dengan sesama. Inilah gambaran keselamatan dalam Perjanjian Lama yang menjadi bayangan dari persekutuan penuh dan sempurna di dalam Kristus, Kurban Keselamatan sejati.
Penjelasan Teks:
Ayat 11-15: Kurban Keselamatan adalah Tanda Syukur dan Persekutuan
Ayat 16-19: Kurban Keselamatan Mengandung Ketaatan dan Kekudusan
Kurban keselamatan yang berupa kurban nazar dan kurban sukarela. Nazarnya (ayat 16): sebagai penggenapan janji yang telah dibuat kepada Tuhan. Persembahan sukarela (ayat 16): bentuk kasih spontan dari umat kepada Allah. Namun Tuhan tidak menerima kurban ini dengan sembarangan. Ayat 16-19 menekankan aturan yang sangat ketat. Kurban jenis ini dapat dimakan keesokan hari tetapi tidak boleh lebih dari 3 hari, pada hari ketiga harus diibakar habis dengan api. Jika ada yang memakan akan menanggung kesalahannya sendiri. Daging kurban tidak boleh bersentuhan dengan sesuatu yang najis, jika terjadi harus dibakar habis – tidak boleh dimakan. Yang najis itu anatara lain mayat, hewan najis, penyembahan berhala. Orang tahir yang boleh makan daging kurban. Orang tahir bersih secara ritual sehingga layak untuk beribadah dan mendekat kepada Allah.
Ayat 20-21: Kurban Keselamatan bagi Umat Yang Kudus
Ayat – ayat ini berisi peringatan keras: siapa pun yang makan kurban ini dalam keadaan najis, akan dilenyapkan. Ini menunjukkan betapa seriusnya Tuhan terhadap kekudusan. Daging kurban keselamatan dianggap kudus, karena dipersembahkan kepada Tuhan. Orang yang najis secara ritual (misalnya karena menyentuh mayat, hewan najis, penyakit kulit, dsb.) tidak boleh menyentuh atau makan daging itu. Jika melanggar: “harus dilenyapkan dari antara bangsanya.” Karena Allah itu kudus, umat yang mendekat kepada-Nya juga harus kudus. Makan dari kurban keselamatan (korban pendamaian) bukan sekadar makan bersama, tapi tindakan ibadah dan persekutuan dengan Allah. Bila dilakukan dalam keadaan najis, itu sama artinya menghina kekudusan Tuhan.
Yesaya 1:13-17 berkata, “Jangan lagi membawa persembahanmu yang sia - sia… basuhlah, bersihkanlah dirimu… belajarlah berbuat baik.”
Ibrani 10:14 "Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan."
Ibrani 13:15 "Marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya."
Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah...”
Ilustrasi:
ü Jika kita membeli produk elektronik yang baru, kita juga mendapatkan buku panduannya. Kita mesti membaca dengan cermat dan mengikuti panduan itu secara tepat agar tidak merusak produk itu dan produkny adapat dipakai sesuai fungsinya.
ü Jika seseorang mendapat undangan makan malam dari seorang raja atau pembesar. Tapi ia datang dengan pakaian kotor, berperilaku sembarangan, dan tidak menghargai acara itu. Ia bisa diusir karena tidak menghormati kehormatan yang diberikan padanya. Demikian pula, saat kita menerima keselamatan dari Tuhan, kita harus menjalaninya dengan rasa hormat, kesungguhan, dan hidup yang bersih dari dosa.
Aplikasi:
ü Allah itu kudus dan Allah menghendaki umatNya hidup dalam kekudusan. Tapi kita semua tidak dapat memenuhi kekudusan yang dituntut Allah. Karena itu bersyukurlah atas keselamatan dari Yesus yang korban keselamatan yang agung untuk menggenapi seluruh ketentuan Taurat.
ü Tuhan ingin menekankan bahwa syukur dan persekutuan pun harus dilakukan dalam kekudusan dan ketaatan. Jangan sampai ucapan syukur itu hanya formalitas, tapi hati kita jauh dari Tuhan. Banyak orang membawa “persembahan syukur”, tetapi hidup mereka tidak mencerminkan ketaatan. Tuhan tidak menerima ibadah yang hanya ritual, tetapi tanpa kekudusan.
ü Lihatlah Yesus sebagai Kurban Keselamatan kita, dan jadikan hidup kita sebagai persembahan syukur kepada-Nya (Roma 12:1).
ü Bersyukurlah kepada Tuhan dengan hati yang tulus, bukan hanya dalam ucapan tapi dalam tindakan kasih dan persekutuan. Bangun persekutuan yang memulihkan—keluarga, jemaat, dan masyarakat, melalui kasih dan pengampunan.
ü Kurban keselamatan menggambarkan relasi damai antara Allah dan umat-Nya—bukan hanya pengampunan, tetapi juga persekutuan dan syukur. Kurban ini mengajarkan bahwa syukur yang sejati tidak berhenti pada ucapan, tapi berujung pada persekutuan yang nyata, dalam kesehatian, dalam kebersamaan
ü Ketaatan pada detail dalam ibadah bukan sekadar ritual, tetapi cerminan hati yang hormat kepada Tuhan.
Penutup:
Kurban keselamatan adalah gambaran indah tentang kehidupan yang berdamai—dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan diri sendiri. Melalui hukum Imamat, Tuhan mengajarkan bahwa keselamatan bukan sekadar lepas dari aturan, tetapi sebuah undangan untuk hidup dalam syukur, persekutuan, dan kekudusan. Dan lebih dari itu, kurban keselamatan menunjuk kepada Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya untuk mendamaikan kita dengan Bapa. Mari kita tanggapi kasih-Nya dengan hidup yang berkenan, dan menjadikan hidup kita sebagai kurban syukur yang hidup. Amin
Belum ada Komentar untuk "RANCANGAN KHOTBAH: KURBAN KESELAMATAN (Imamat 7:11-21)"
Posting Komentar
Hai, sahabat DEAR PELANGI ... silahkan memberi komentar sesuai topik dengan bahasa yang sopan.